Sudah satu tahun pandemi Covid-19 melanda Indonesia, sejak kasus pertama Covid-19 terkonfirmasi di Tanah Air. Dalam menghadapi era revolusi industri 4.0, masyarakat dituntut untuk mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang serba digital, khususnya di bidang pendidikan. Kehadiran teknologi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang merupakan kunci untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan akan membawa Indonesia menjadi bangsa yang unggul.
Namun, dunia saat ini tengah dilanda wabah penyakit yang disebabkan virus corona (Covid-19). Situasi pandemi ini seketika mengubah sendi kehidupan masyarakat dunia dan menjadi ancaman bagi sektor kesehatan, sektor perekonomian, sektor pendidikan dan lainnya. Indonesia pun tak luput dalam tantangan besar penanganan Covid-19 agar tidak semakin menyebar dan menelan korban jiwa yang lebih besar lagi.
Salah satu sektor yang terdampak pandemi Covid-19 adalah sektor pendidikan yang melibatkan begitu banyak aktivitas fisik bersifat rutin, seperti pertemuan tatap muka di kelas, proses pembimbingan akademik, pertemuan formal dalam forum seminar dan lain sebagainya. Namun demikian, berbagai aktivitas rutin ini terhambat karena untuk meminimalisasi penyebaran Covid-19, pemerintah telah menerapkan kebijakan physical distancing.
Melihat fenomena di atas, maka bagi penerapan metode online learning (e-learning) menjadi suatu keniscayaan dan pilihan terbaik bagi dunia pendidikan. Berbagai institusi pendidikan saat ini mulai memanfaatkan teknologi dan menerapkan sistem pembelajaran online untuk menunjang aktivitas pembelajaran.
Indonesia mulai bangkit dari pandemi lewat teknologi Alhasil, masyarakat Indonesia terpaksa harus mengalihkan kegiatan sehari-harinya secara daring. Bukan hanya di Indonesia, pendemi yang merebak di seluruh penjuru dunia juga memaksa masyarakat dunia untuk menjalankan aktivitas sehari-harinya secara online. Di masa pandemi seperti ini, World Economic Forum (WEF) melihat bahwa teknologi memainkan peranan penting untuk menjaga masyarakat tetap beraktivitas seperti sedia kala. WEF mencatat ada beberapa tren teknologiĀ selama masa pandemi ini.
1. Belanja Online
Menurut WEF, belanja online menjadi salah satu tren yang populer selama pandemi ini. Dulu, belanja online hanya merupakan opsi belanja alternatif bagi masyarakat dunia. Namun, pandemi Covid-19 membuat belanja online menjadi opsi paling memungkinkan. Hal ini karena dengan berbagai layanan belanja online, masyarakat hanya perlu memesannya melalui gawai mereka tanpa harus pergi ke luar rumah. Di Indonesia sendiri, gambaran terakit tren belanja online ini dapat dilihat dari laporan berjudul “Digital 2021” yang dipublikasi oleh HootSuite dan We Are Social baru-baru ini.
Dalam kategori e-commerce use, mayoritas atau 87,1 persen pengguna internet di Indonesia yang mencapai 202,6 juta jiwa diketahui membeli bermacam-macam produk secara online melalui berbagai perangkat elektronik selama beberapa bulan terakhir di tahun 2020. Kategori produk yang paling banyak dibelanjakan melalui e-commerce adalah makanan, kecantikan, perawatan pribadi, fashion, barang elektronik, furnitur, video game, hingga mainan. Khusus untuk makanan, HootSuite mencatat ada 37,34 juta warga Indonesia yang juga memesan makanan take away melalui layanan online.
2. Pembayaran Digital
Selain belanja online, pembayaran digital juga menjadi salah satu tren baru di masa pandemi ini. Hal ini mengingat uang tunai dapat menjadi medium perantara pembawa virus Covid-19. WEF mengungkapkan, pembayaran digital baik menggunakan kartu atau dompet elektronik (e-wallet), menjadi rekomendasi pembayaran baru untuk menghindari menyebaran virus Covid-19 ini.
Dengan metode pembayaran digital, masyarakat dapat melakukan pembelian dan pembayaran online untuk barang dan jasa, serta tagihan lain seperti listrik, air, pulsa, dan sebagainya. Di Indonesia, pembayaran digital juga sudah banyak digunakan oleh masyarakat. Laporan Digital 2021 mencatat ada 129,9 juta masyarakat Indonesia yang telah menggunakan metode pembayaran digital ini. Total transaksi masyarakat Indonesia melalui pembayar digital mencapai 35,72 miliar dollar AS atau sekitar Rp 510 triliun pada 2020 lalu.
3. Kerja dari rumah (WFH)
Aktivitas lain yang terpaksa berubah ialah cara bekerja. Selama pandemi ini, banyak perusahaan yang meminta karyawannya untuk bekerja dari rumah (WFH). Alhasil, bekerja dari rumah menjadi tren baru semasa pandemi ini. Pekerjaan jarak jauh ini mengandalkan sejumlah teknologi, termasuk layanan video conferencing untuk rapat virtual, jaringan pribadi virtual (VPN) untuk mengakses situs, hingga protokol suara melalui internet (VoIP) untuk melakukan video ataupun voice call. Mnurut WEF, selain mencegah penyebaran virus Covid-19, kerja jarak jauh ini juga menghemat waktu perjalanan dan memberikan lebih banyak fleksibilitas kepada para pekerja.
Di Indonesia sendiri, Cisco mencatat ada 52 persen perusahaan di Indonesia memberlakukan WFH selama pandemi. Kendati disebut lebih fleksibel, metode WFH yang mengandalkan internet ini tak luput dari ancaman keamanan siber. Dari riset yang dilakukan, Cisco mencatat ada 78 perusahaan di Indonesia yang melaporkan adanya peningkatan ancaman keamanan siber ketika WFH diterapkan. Ada dua hal yang menjadi ancaman keamanan siber terbesar yang dihadapi perusahaan. Pertama adalah secure access atau akses ke jaringan atau aplikasi yang digunakan perusahaan. Kedua adalah data pribadi, seperti data penting perusahaan atau data pelanggan.
4. Pembelajaran jarak jauh (PJJ)
Selain bekerja, proses belajar mengajar juga harus beralih secara daring karena pandemi. Pandemi ini juga akhirnya melahirkan tren pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pada pertengahan April, 191 negara mengumumkan akan menutup sekolah dan universitas untuk menekan angka penuluaran virus Covid-19. Alhasil, ada sekitar 1,57 miliar siswa dari seluruh dunia harus menjalankan proses belajar dari rumah. WEF mengungkapkan kekhawatiran utama terkait PJJ ini ialah soal kesenjangan teknologi dan kesiapan digital para peserta dan tenaga pendidik.
Hal ini mengingat PJJ membutuhkan berbagai dukungan teknologi mencakup bahan ajar yang kompatibel untuk metode daring, perangkat elektronik untuk belajar, internet untuk mengakses materi pembalajar, dan sebagainya. Di Indonesia sendiri, pemerintah telah mengintruksikan sekolah maupun universitas untuk menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sejak Maret 2020 lalu. Pemerintah melalui Kemendikbud RI juga menyalurkan bantuan kuota data internet untuk menunjang PJJ ini.
5. Hiburan online
Pandemi membuat orang-orang membatasi kegiatan di luar rumah. Kebanyakan tempat hiburan dan rekreasi juga ditutup akibat pandemi. Alhasil, mencari hiburan secara daring menjadi salah satu cara alternatif untuk melepas penat setelah bekerja ataupun belajar dari rumah. Selama pandemi ini, WEF melaporkan ada beberapa tren baru di dunia hiburan. Misalnya konser online, virtual raves yang menyajikan siaran langsung dari penampilan DJ, peluncuran film online, bahkan tur museum secara daring.
Di samping itu, sejumlah orang juga tampaknya memilih game online sebagai pilihan hiburan selama pandemi. Ini juga yang akhirnya mendongkrak popularitas platform distribusi game besutan Valve, Steam. Pada Februari 2021 lalu, Steam mencetak rekor tertinggi jumlah pengguna yang online secara bersamaan (concurrent) mencapai 26,4 juta.
Selain game online, situasi pandemi ini juga mendorong orang untuk menonton film secara daring melalui berbagai platform. Salah satu platform streaming film yang kebanjiran pelanggan baru ialah Netflix dan Disney Plus. Pada Januari 2021 lalu, Statista melaporkan bahwa pelanggan berbayar Netflix pada akhir tahun 2020 mencapai 203,7 juta. Jumlah ini naik 36,6 juta sejak akhir 2019.
Sedangkan Disney Plus saat ini memiliki 94,9 juta pelanggan dari seluruh dunia. Padahal, platform yang baru diluncurkan pada November 2019 itu menargetkan jumlah 90 juta pelanggan itu tercapai dalam empat tahun, atau tepatnya hingga 2023. Namun, situasi pandemi agaknya membuat target tersebut dapat tercapai hanya dalam kurun waktu 14 bulan.