Dampak Pandemi Corona Pada Sektor Properti : Pandemi virus Corona yang terjadi di Tanah Air telah menyebabkan pukulan di berbagai sektor industri, tak terkecuali sektor properti. Sebelum adanya pandemi Corona, kinerja sektor properti sebenarnya sudah mulai menunjukkan tren yang positif setelah beberapa tahun belakangan ini cenderung stagnan. Namun, pandemi virus Corona menyebabkan kinerja sektor properti kembali meredup. Untuk mengantisipasi dampak yang lebih dalam di sektor properti, pemerintah telah memberikan stimulus.
Dampak pandemi Covid-19 di tahun 2020 sampai sekarang tidak hanya berdampak kepada krisis kesehatan di beberapa negara. Wabah tersebut pun juga menimbulkan krisis perekonomian hingga beberapa negara harus tercebur ke jurang resesi akibat tak mampu menahan serangan penyebaran virus corona.
Salah satu negara yang harus terkena resesi, yaitu Indonesia. Kini, akibat dari adanya gejolak perekonomian tersebut pun membuat beberapa sektor usaha mengalami kelesuan. Contohnya seperti bisnis properti di Tanah Air.
Pasar saham tanah air mulai menunjukkan sentimen negatif efek dari ditemukannya positif kasus virus corona di Indonesia. Lalu bagaimana dampaknya kepada sektor properti dan bisnis turunannya?
Sampai saat ini, bisnis properti tidak terdampak signifikan atas imbas kasus ini, belum ada pengembang yang sampai menghentikan proyek atau menunda peluncuran proyek. Namun demikian pengembang tetap berhati-hati dan awas.
Dampak pandemi corona yang paling memungkinkan adalah perlambatan pembangunan. Vice President PT Metropolitan Kentjana, Jeffry Tanudjaya seperti dilansir Bisnis.com mengatakan, perlambatan pembangunan bisa terjadi apabila pengembang menggunakan bahan baku bangunan yang diimpor, terutama dari negara-negara terdampak wabah.
“Setahu saya belum ada yang berhenti karena selama ini. Walaupun begitu kita tetap harus waspada, tidak boleh anggap enteng,” ujarnya.
Sementara Direktur Marketing Repower Asia Indonesia Andy Natanael mengatakan penjualan perseroan tidak bakal terpapar oleh virus corona. Pasalnya, PT Repower Asia Indonesia Tbk. (REAL) menargetkan penjualan langsung kepada konsumen akhir.
“Investor mungkin akan cenderung menahan, tapi target kami kan konsumen akhir yang tidak akan menunda pembelian karena kebutuhan bukan sekadar investasi,” katanya.
Berbeda dengan sektor real estate, salah satu turunan bisnis real estate yakni hospitality/perhotelan, mengalami dampak yang cukup berat. Katadata.co.id mencatat, Anjloknya okupansi hotel hingga angka 40% membawa dampak yang cukup besar bagi kelangsungan bisnis hotel.
Apalagi bisnis perhotelan memiliki karyawan dan properti dalam jumlah besar. Beberapa hotel di Batam dan Bali meminta karyawannya untuk cuti di saat permintaan sepi.
“Dalam jangka pendek mereka lakukan itu. Kalau di atas bulan April masih sepi, apalagi ke depan kita masuk bulan puasa, ini bahaya,” ujar Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yusran Maulana.
Katadata.co.id juga melaporkan, industri retail berpotensi kehilangan omzet sebesar US$ 48 juta atau sekitar Rp 652 miliar seiring menurunnya kunjungan turis dari Negeri Panda dalam dua bulan terakhir. Adapun daerah yang sektor retailnya paling terdampak adalah Manado, Bali, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Medan, dan Jakarta.
Untuk penjualan, tercatat penurunan yang cukup tajam pada kuartal I 2020 yaitu sebesar -43,19 persen yoy untuk properti residensial. Angka ini jauh lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya yang tumbuh meskipun hanya 1,19 persen. Adapun, penurunan terjadi di seluruh tipe rumah.
Untuk itu, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meminta supaya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk dan PT Sarana Multigriya Finansial, dan pengembang properti berkolaborasi mencari terobosan baru dalam meningkatkan permintaan penjualan properti di tengah pandemi Covid-19.
“Kami berharap agar di tengah kondisi saat ini sejumlah pihak mulai dari BTN, SMF dan para pengembang melakukan kolaborasi dan menganalisis yang mendalam di sektor perumahan,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahazil Nazara di Jakarta, Sabtu (1/8).
Suahazil menuturkan, hingga saat ini sektor perumahan telah berkembang berbagai macam skema bantuan pembiayaan seperti kredit pemilikan rumah (KPR) fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dikelola oleh PPDPP, KPR melalui subsidi selisih bunga (SSB), dan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT), serta nantinya ada tabungan perumahan rakyat (tapera).
“Sektor perumahan ini merupakan sektor yang penting karena memiliki efek berganda relatif tinggi sehingga bisa menarik sektor lainnya seperti konstruksi, tenaga kerja, pertambangan, dan bahan baku lainnya,” ujarnya.
Dengan demikian, Suahazil meminta agar SMF dan BTN dapat memikirkan terobosan baru yang dapat meningkatkan penjualan. Terlebih lagi, sebelum adanya pandemi Covid-19, terdapat backlog kepemilikan rumah atau defisit perumahan sebesar 11 juta rumah.
“Saya melihat adanya laporan, peningkatan kredit perumahan dari BTN. Kami akan pantau dan lihat hal tersebut untuk dorong peningkatan permintaan,” ucapnya.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Pahala N. Mansury menuturkan, bank BTN memiliki kuota sebesar 30.966 unit dan telah terserap seluruhnya pada Maret 2020.
Selain itu, Bank BTN menyalurkan kuota SSB sebanyak 346.000 unit dan BTN berkontribusi 60 persen atau sebanyak 736.000 unit. Adapun market share KPR khususnya segmen BTN mencapai 39 persen, dan KPR subsidi pangsa pasar capai 89 persen.
Pahala menambahkan, pihaknya juga melaksanakan tugas dalam program pemulihan ekonomi nasional melalui stimulus pada sektor perumahan dengan menyalurkan kuota SSB sebanyak 146.000 unit.
“Sektor perumahan dapat menjadi salah satu andalan untuk bisa menggerakan sektor yang lainnya. Adanya pandemi Covid-19 mengingatkan pentingnya perumahan menjadi penting sebagai tempat bekerja,” katanya.
Sementara itu, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) optimistis dapat menyalurkan kredit pemilikan rumah bersubsidi sebesar Rp3,7 triliun sepanjang tahun ini.
“Kami akan mendukung penyediaan likuiditas bagi pembiayaan kepemilikan rumah,” ujar Direktur Utama PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Ananta Wiyogo.
Ananta menjelsakan, program penurunan beban fiskal direalisasikan melalui pemberian dukungan kepada pemerintah dalam program KPR FLPP. SMF berperan dalam mengurangi beban fiskal pemerintah dengan membiayai porsi 25 persen pendanaan KPR FLPP sehingga pemerintah hanya menyediakan 75 persen dari total pendanaan FLPP dari semula 90 persen.
“Untuk KPR dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) pada tahun ini ditargetkan dapat menyalurkan Rp3,7 triliun dari target penyaluran sebesar Rp11 triliun. Kami optimistis dapat mencapai target terserap habis untuk 102.000 rumah,” ujarnya.
Ananta menegaskan, bahwa perusahaan tak dapat menyalurkan langsung pembiayaan kepada konsumen karena status SMF merupakan pembiayaan sekunder sehingga harus melalui pihak perbankan.
“Kami boleh turut membiayai KPR konsumen pekerja nonformal. Namun, tetap dalam koridor di mana SMF itu pembiayaan sekunder, enggak bisa langsung ke konsumen tanpa melewati lembaga keuangan seperti perbankan,” pungkasnya.